PENDIDIKAN ANAK PRASEKOLAH
Pendidikan anak prasekolah merupakan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak dalam keluarga
dan diluar keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar yang dijalankan dijalur
pendidikan sekolah.Menurut Biechler dan Snowman (1993), anak prasekolah adalah
mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun.
Masa ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan. Hurlock
(1978) menyebutkan ada 10 aspek perkembangan yang dapat mendorong
pertumbuhannya melalui pendidikan prasekolah. Kesepuluh aspek tersebut ialah
kesehatan fisik, keterampilan, kemampuan berbicara (berkomunikasi),
perkembangan emosi, perilaku sosial, sikap sosial, kreativitas, disiplin,
konsep diri dan penyesuaian sekolah dan menurut Papalia Olds (1986) bahwa
pendidikan prasekolah membantu perkembangan anak dalam berbagai aspek yaitu
fisik, intelektual, sosial, dan emosional.
Masa ini juga merupakan masa belajar, tetapi bukan dalam
dunia dua dimensi (pensil dan kertas) melainkan belajar pada dunia nyata, yaitu
dunia tiga dimensi. Dengan perkataan lain, masa prasekolah merupakan time for
play sesuai pendapat Frank dan Theresa Caplan yang menyebutkan bahwa waktu
bermain merupakan sarana pertumbuhanyang terjadi pada tahun-tahun pertama
kehidupannya untuk tumbuh dalam lingkungan budaya dan siap dalam belajar
formal. Perasaan otonomi anak juga berkembang dengan adanya kesempatan
bereksplorasi diluar rumah.
Menurut Keneth Rubin dkk (1976), ada 4 jenis kegiatan bermain
bebas anak masa prasekolah yang dihubungkan dengan kelas sosial dan kognitif
anak, yaitu:
1. Bermain fungsional
yaitu melakukan pengulangan gerakan otot dengan atau
tanpa objek.
2. Bermain konstruktif
yaitu melakukan manipulasi terhadap benda-benda dalam
kegiatan
untuk mengkreasikan/mencipatakan sesuatu.
3. Bermain dramatik yaitu dengan menggunakan situasi yang
imajiner.
4. Bermain menggunakan
aturan.
Dengan bermain, anak bebas beraksi dan mengkhayalkan sebuah
dunia lain, sehingga dengan bermain ada elemen petualangan. Anak juga dapat
bebas mengekspersikan dan mengeksplor dirinya dengan lingkungan sekitar. Adanya
kesempatan bermain dengan anak-anak lain juga dapat menjadikan mereka memiliki
banyak kesempatan untuk bekerjasama dan memahami perspektif serta perasaan
orang lain.
Tujuan
Ada beberapa tujuan dilaksanakannya pendidikan anak
prasekolah ini, yakni:
1. Melatih gerakan
dan keterampilan tubuh
2. Memelihara
kesehatan dan kebugaran tubuh
3. Berpikir kritis
dalam memecahkan masalah dan memberi alasan dibalik terjadinya suatu hal
(peristiwa)
4. Mengembangkan
konsep diri
5. Mengasah kelima
pancaindera
6. Mengembangkan
rasa ingin tahu
Hurlock (1978) menyebutkan ada 10 aspek perkembangan yang
dapat mendorong pertumbuhannya melalui pendidikan prasekolah. Kesepuluh aspek
tersebut ialah kesehatan fisik, keterampilan, kemampuan berbicara
(berkomunikasi), perkembangan emosi, perilaku sosial, sikap sosial,
kreativitas, disiplin, konsep diri dan penyesuaian sekolah. Papalia Olds (1986)
menyatakan bahwa pendidikan prasekolah membantu perkembangan anak dalam
berbagai aspek yaitu fisik, intelektual, sosial, dan emosional. Adanya
kesempatan bermain dengan anak-anak lain menjadikan mereka memiliki banyak
kesempatan untuk bekerjasama dan memahami perspektif serta perasaan orang lain.
Ada pun tiga jalur pendidikan prasekolah yakni:
1. Informal,
contohnya pendidikan dalam keluarga
2. Non formal,
contohnya program Tempat Penitipan Anak (TPA) dan Kelompok Bermain (KB)
3. Formal,
contohnya Taman Kanak-Kanak (TK) dan Pendidikan Anak pada Usia Dini (PAUD)
Ciri-Ciri Anak Prasekolah
1. Ciri Fisik
Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki
peguasaan (control) terhadap tubuhnya, sangat meyukai kegiatan yang dilakukan
sendiri. Otot-otot besar pada anak pun lebih berkembang daripada control jari
dan tangan, itu sebabnya anak pada masa ini biasanya belum terampil dalam
kegiatan yang rumit seperti mengikat tali sepatu. Anak juga masih sering
mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada objek-objek
yang ukurannya kecil, sehingga koordinasi tangan dan matanya masih kurang
sempurna. Walaupun tubuh anak pada masa ini lentur, tetapi tengkorak kepala
yang melindungi otak masih lunak.
2. Ciri Sosial
a. Tingkah laku
unoccupied yaitu anak tidak bermain dengan sesungguhnya. Ia mungkin berdiri di
sekitar anak lain dan memandang temannya tanpa melakukan kegiatan apapun.
b. Bermain soliter
yaitu anak bermain sendiri dengan menggunakan alat permainan berbeda dengan apa
yang dimainkan oleh teman yang ada di dekatnya. Mereka tidak berusaha untuk
saling bicara.
c. Tingkah laku
onlooker yaitu anak menghabiskan waktu dengan mengamati. Kadang memberi
komentar apa yang dimainkankan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk bermain
bersama.
d. Bermain paralel
yaitu anak bermain dengan salin berdekatan, tetapi tidak sepenhnya bermain
bersama dengan anak yang lain. Mereka menggunakan alat mainan yang sama,
berdekatan tetapi dengan cara yang tidak saling bergantung.
e. Bermain
asosiatif yaiatu anak bermain dengan anak lain tetapi tanpa organisasi. Tidak
ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan caranya sendiri-sendiri.
f. Bermain
kooperatif yaitu anak bermain dalam kelompok di mana ada organisasi dan
pemimpinnya. Masing-masing anak melakukan kegiatan bermain dalam kegiatan
bersama, misalnya perang-perangan, sekolah-sekolahan, dokter dan pasien dan
lain-lain. Sejalan dengan perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Piaget
mengemukakan perkembangan permainan anak usia dini sebagai masa symbolic make
play (berlangsung dari 2-7 tahun).
3. Ciri Kognitif
Piaget berpendapat bahwa, anak pada rentang usia ini, masuk
dalam perkembangan berpikir praoperasional konkret. Pada saat ini sifat
egosentris pada anak semakin nyata. Anak mulai memiliki perspektif yang berbeda
dengan orang lainyang berbeda di sekitarnya. Orang tua sering menganggap
periode ini sebagai masa sulit karena anak menjadi susah diatur, bisa disebut
nakal atau bandel, suka membantah dan banyak bertanya. Anak mengembangkan
keterampilan berbahasa dan menggambar, namun egois dan tak dapat mengerti
penalaran abstrak atau logika. Menurut Dewey (1960), pendidik atau orang tua
harus memberikan kesempatan pada setiap anak untuk dapat melakukan sesuatu,
baik secara individual maupun kelompok sehingga anak akan memperoleh pengalaman
dan pengetahuan. Adapun Gessel dan Amatruda, mengemukakan bahwa anak usia 3-4
tahun telah mulai mampu berbicara secara jelas dan berarti. Kalimat-kalimat
yang diucapkan anak semakin baik, sehingga masa ini dinamakan masa perkembangan
fungsi bicara. Selanjutnya, pada usia 4-5 tahun anak mulai belajar matematika.
4. Ciri Emosional
Anak prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas
dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia ini. Iri hati
pada anak usia dini ini sering terjadi. Mereka sering memperebutkan perhatian
guru. Emosi yang tinggi pada umumnya disebabkan oleh masalah psikologis
dibanding masalah fisiologis. Orang tua hanya memperbolehkan anak melakukan
beberapa hal, padahal anak merasa mampu melakukan lebih banyak lagi. Hurlock
mengemukakan ada 6 pola emosi yang umum pada awal masa kanak-kanak yaitu:
amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, kasih sayang.